Satu
dekade yang lalu tepatnya 26 Desember 2004, Aceh mengalami peristiwa tsunami
yang begitu memilukan dan menyebabkan kerugian ekonomi yang luar biasa bagi
Provinsi Aceh. Akan tetapi, Bumi Serambi Mekkah ini perlahan bangkit dan
kembali menata kotanya secantik mungkin. Sebagai ungkapan terima kasih atas
segala bantuan dari berbagai pihak kini Pemerintah dan warga Aceh menggelar
Peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh yang akan diselenggarakan pada 25-28 Desember
2014.
Lantunan
doa, zikir dan tausiah dari masyarakat dan pengunjung akan memenuhi Masjid Raya
Baiturrahman pada 25 Desember. Puncak acara sendiri diselenggarakan pada 26
Desember yang akan dihadiri oleh para pejabat, pemerintah Indonesia, perwakilan
negara sahabat, pekerja kemanusiaan, dan elemen masyarakat sipil.
Dengan
tema "Mari Bangun Aceh yang Lebih Baik dengan Hati,” Peringatan 10 Tahun
Tsunami Aceh senantiasa mengingatkan kita akan para korban meninggal dan korban
yang hilang selama tragedy terjadi, juga untuk meningkatkan kesadaran akan
risiko bencana di masa depan, serta untuk memperkenalkan destinasi wisata Aceh
yang unik.
Jangan
lewatkan pameran kebencanaan Global Disaster Expo yang bertema “Rekontruksi dan
Pengurangan Risiko Bencana” di Blang Padang, juga pameran seni kreatif dan
pameran foto yang berlangsung di Museum Tsunami pada 26 Desember. Lalu dua hari
berturut-turut pada 26-27 Desember, akan ada malam kesenian Aceh yang menjadi
malam apresiasi dari Aceh untuk dunia. Para seniman Aceh turut menampilkan
pertunjukkan-pertunjukkan terbaik mereka di sini.
Peringatan
10 Tahun Tsunami Aceh ditutup pada 28 Desember dengan kompetisi lari Tsunami
10K sebagai simbol dari harapan jiwa kebebasan dalam kemanusiaan. Para peserta
akan memiliki pemahaman mengenai upaya rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh
dengan berlari di sepanjang area yang pernah dilanda tsunami.
Tsunami
Aceh yang menyedihkan telah berlalu selama sepuluh tahun. Puing-puing dan
korban jiwa yang berserakan kini abadi sebagai kenangan, cerita, dan
benda-benda peninggalan bersejarah di dalam sebuah kawasan wisata. Daya tarik
yang dilahirkan di sini bukan hanya mengabadikan saksi sejarah, masyarakat juga
terus diingatkan untuk mengantisipasi bencana.
Anda
bisa lihat bagaimana kokohnya Masjid Baiturrahman walaupun tsunami meluluh
lantahkan bangunan di sekitarnya. Masjid ini menyelamatkan ratusan orang yang
terancam nyawanya. Ribuan jasad disemayamkan di Kuburan Massal Ulee Lheue yang
dahulu berdiri sebagai Rumah Sakit Meuraxa dan kemudian hancur dilanda tsunami.
Hingga kini puing-puing bangunan sengaja dibiarkan berserakan agar dapat
dikenang.
Beralih
ke Pelabuhan Ulee Lhue, Anda akan menemukan kapal besar PLTD Apung. Tsunami
yang begitu kuat mampu menyeret kapal PLTD Apung hingga jarak 2,5km. Fungsinya
pun hilang namun PLTD Apung dilestarikan sebagai situs bersejarah tsunami. Lain
cerita dengan Kapal Lampulo, kapal nelayan yang luar biasa berjasa bagi
keselamatan korban tsunami. Badan kapal terangkat hingga atap rumah warga,
menyelamatkan 59 jiwa yang berlindung di dalamnya. Karena memiliki nilai
historikal tinggi kapal pun tetap dibiarkan bertengger di atap rumah dan
dijadikan monumen untuk mengenang dahsyatnya tsunami.
Kemudian
berkunjunglah ke Monumen Thanks To The World yang menyimbolkan bahwa Aceh tidak
sendiri menghadapi besarnya bencana alam itu. Monumen yang terletak di Blang
Padang ini, didirikan sebagai bentuk terima kasih masyarakat Aceh kepada
relawan, dan segenap lembaga baik dalam dan luar negeri yang telah memberi
bantuan.
Terakhir
adalah Museum Tsunami Aceh yang dibangun khusus mengenang 240 ribu jiwa korban
tsunami. Museum tersebut memiliki beragam diorama saat terjadi tsunami,
detik-detik saat tsunami terjadi maupun pasca tsunami. Museum juga dilengkapi
wahana 4 dimensi yang membawa pengunjung merasakan sensasi terjadinya gempa dan
tsunami.
0 komentar:
Post a Comment
Tinggalkan Komentar